Pajak Penghasilan Final Usaha Jasa Konstruksi

efaktur

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008, usaha jasa konstruksi termasuk sebagai objek pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Final Pasal 4 ayat (2). Dalam kegiatan usaha jasa konstruksi, kontraktor atau pengusaha jasa konstruksi yang memberikan layanan jasa konstruksi menjadi subjek pajak, baik bagi yang sudah atau belum memiliki sertifikasi dan kualifikasi sebagai profesional dalam bidang konstruksi dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Nomor 11 Tahun 2006. Sertifikasi dan kualifikasi ini dinyatakan dalam Sertifikat Badan Usaha (SBU) yang diterbitkan oleh LPJK. SBU adalah sertifikat tanda bukti legalisasi formal atas tahapan kapabilitas kemampuan usaha dengan ketentuan menurut klasifikasi dan kualifikasi usaha. SBU menunjukkan klasifikasi dan kualifikasi jenis pekerjaan yang dapat dilaksanakan oleh kontraktor selaku subjek pajak.

Usaha jasa konstruksi meliputi 3 (tiga) kelompok sesuai kategorisasi PPh Final Pasal 4 ayat (2), yaitu :

1. Jasa perencanaan konstruksi, pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan (ahli profesional) di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu membuat pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik;

2. Jasa pelaksana konstruksi, pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan (ahli profesional) di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu melaksanakan kegiatannya untuk merealisasikan suatu hasil perencanaan menjadi bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi yang terintegrasi, yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan, serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan. Jasa perawatan, pemeliharaan, dan perbaikan oleh penyedia jasa yang memiliki Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK) termasuk ke dalam kelompok jasa pelaksana konstruksi;

3. Jasa pengawasan konstruksi, pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan (ahli profesional) di bidang pengawasan jasa konstruksi yang mampu melakukan aktivitas pengawasan sejak awal hingga selesai dari pelaksanaan pekerjaan konstruksi, termasuk di dalam kelompok jasa ini adalah jasa penilai.

Tarif PPh yang dikenakan pada usaha jasa konstruksi dibedakan berdasarkan kepemilikan dan masa berlaku SBU. Khusus untuk usaha jasa pelaksanaan konstruksi, perbedaan tarif juga ditentukan oleh tingkatan (grade) dari kualifikasi kompetensi kontraktor yang mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 08/PRT/M/2011 tentang Pembagian Subkalsifikasi dan Subkualifikasi Usaha Jasa Konstruksi. Pengenaan tarif PPh Final Pasal 4 ayat (2) untuk usaha jasa konstruksi :

1. Jasa Perencanaan Konstruksi : 4% (empat persen), jika kontraktor mempunyai sertifikat kualifikasi usaha (SBU); atau 6% (enam persen), jika kontraktor tidak mempunyai sertifikat kualifikasi usaha;

2. Jasa Pelaksanaan Konstruksi : 2% (dua persen), jika kontraktor mempunyai sertifikasi kualifikasi usaha kecil (kelompok grade 1, grade 2, grade 3 dan grade 4); 3% (tiga persen), jika kontraktor mempunyai sertifikasi kualifikasi usaha menengah maupun besar (kelompok grade 5, grade 6 maupun grade 7); atau 4% (empat persen), jika kontraktor tidak mempunyai sertifikasi kualifikasi usaha;

3. Jasa Pengawasan Konstruksi : 4% (empat persen), jika kontraktor mempunyai sertifikat kualifikasi usaha; atau 6% (enam persen), jika kontraktor tidak mempunyai sertifikat kualifikasi usaha.

Setelah menentukan tarif PPh final yang akan dikenakan, nilai PPh dapat dihitung dengan mengalikan tarif dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dari usaha jasa konstruksi. Definisi DPP usaha jasa konstruksi berlandaskan Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 adalah jumlah pembayaran apabila PPh usaha jasa konstruksi dikenakan melalui pemotongan oleh pengguna jasa, atau jumlah penerimaan pembayaran apabila PPh usaha jasa konstruksi dikenakan melalui penyetoran sendiri oleh kontraktor yang bersangkutan. Dalam pasal yang sama dinyatakan bahwa saat terutangnya PPh terjadi pada saat pembayaran atau diterimanya pembayaran, bukan pada saat terjadinya perjanjian hutang atau piutang.

Pembayaran PPh Final usaha jasa konstruksi dilakukan melalui pemotongan oleh pengguna jasa atau penyetoran sendiri oleh kontraktor. Apabila pengguna jasa berstatus sebagai pemotong PPh, maka pelunasan PPh dilakukan melalui pemotongan PPh oleh pengguna jasa. Namun, jika pengguna jasa bukan pemotong PPh, maka kontraktor selaku pemberi jasa dan penerima penghasilan, wajib menyetorkan sendiri PPh yang terutang. Pembayaran PPh Final usaha jasa konstruksi dilakukan paling lambat pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah bulan terutangnya PPh oleh pengguna jasa atau tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah bulan diterimanya pembayaran oleh pemberi jasa.

Pelaporan PPh Final Pasal 4 ayat (2) bagi pengguna dan pemberi jasa harus dilakukan paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya setelah bulan terutangnya PPh atau bulan diterimanya pembayaran atas jasa konstruksi.

Apabila ada pertanyaan terkait pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan atas usaha jasa konstruksi atau perpajakan secara umum lainnya, silahkan untuk datang dan berkonsultasi dengan Account Representative di Kantor Pelayanan Pajak Pratama atau petugas konsultasi di Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan terdekat di kota Anda. Semua pegawai pajak akan memberikan informasi dan bimbingan secara sigap dan ramah sebagai bentuk pelayanan prima kepada Wajib Pajak.